ANGGARAN SURPLUS DAN DEFISIT NEGARA

ANGGARAN SURPLUS DAN DEFISIT NEGARA

Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :

1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif

Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif

Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)

Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Analisis Surplus Defisit APBD adalah merupakan salah satu tugas Menteri Keuangan c.q. Ditjen Perimbangan Keuangan dalam rangka memantau kebijakan fiskal di pemerintah daerah. Tugas ini tercermin dalam PP 23 Tahun 2003, PP 58 Tahun 205, PMK No. 45 Tahun 2006, dan PMK No. 72 Tahun 2006. Hasil analisis tersebut akan dipergunakan sebagai salah satu bahan untuk pengambilan kebijakan fiskal secara nasional untuk tahun tahun anggaran berikutnya.

Pelaksanaan analisis difokuskan pada ketaatan pada kriteria yang telah ditentukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta komposisi penyebaran dalam skala defisit yang diperbolehkan dan surplus pada masing-masing pemerintah daerah.

Analisis ini juga akan menyajikan dua pendekatan dalam penentuan defisit yaitu pertama pendekatan dasar sesuai dengan PP 58 Tahun 2005 yaitu defisit adalah selisih Pendapatan dan Belanja daerah, sedangkan yang kedua pendekatan lanjutan sesuai dengan PMK No. 72 Tahun 2006 yaitu defisit adalah selisih pendapatan dan belanja daerah setelah ditambah dengan Silpa dan pencairan dana cadangan.

Definisi defisit pendekatan dasar sesuai dengan PP 58 Tahun 2005 adalah selisih antara pendapatan dan belanja, sedangkan definisi defisit pendekatan lanjutan sesuai dengan PMK No. 72 Tahun 2006 adalah selisih antara pendapatan dan belanja setelah dikurangi Silpa dan pencairan Dana Cadangan. Kedua pendekatan tersebut akan disajikan dalam analis sehingga diharapkan dapat memberikan pemahaman yang komprehensif. Analisis yang akan dipergunakan dalam penyajian adalah analisis deskriptif.

ERIA APada dasarnya kriteria analisis yang dipergunakan adalah batas maksimal defisit

sesuai dengan PMK No. 72 Tahun 2006 pasal 4 yaitu sebesar 5% dari total pendapatan. Sehingga pemerintah daerah akan memenuhi keriteria apabila APBDnya surplus atau apabila defisit tidak melebihi 5% dari total pendapatan. Sehingga kategori melanggar peraturan apabila pemerintah daerah mengalami defisit melebihi 5% dari total pendapatan.

Dalam analisis data akan disajikan dua pendekatan yaitu pendekatan surplus/defisit sesuai dengan PMK No. 72 Tahun 2006 dan pendekatan surplus/defisit sesuai dengan PP 58 Tahun 2005 (Pendekatan Dasar).

A. Pendekatan PMK 72 Tahun 2006

Berdasarkan PMK 72 Tahun 2006, surplus/defisit dihitung dengan menggunakan formula :

Surplus/Defisit = (Pendapatan – Belanja) + Silpa + Pencairan Dana Cadangan

Surplus/defisit disajikan dalam 2 tabel yaitu Tabel A.1 (Tabel dengan Urutan Surplus ke Defisit) dan Tabel A.2 (Tabel Urutan Kode/ID Daerah) - terlampir. Dari Tabel

tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur mempunyai defisit terbesar yaitu 5% walaupun masih dalam batas yang diperbolehkan. Sedangkan untuk daerah yang mengalami surplus tertinggi yaitu Pemprov. Nanggroe Aceh Darussalam yaitu sebesar 32,64%.

Dari tabel A.1 terlihat ada tiga daerah yang mengalami suplus diatas 6% yaitu Propinsi NAD, Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Riau, bahkan nilai suplus Propinsi NAD merupakan nilai pencilan (Outlier) dari seluruh data surplus/defisit seluruh Propinsi di Indonesia yaitu sebesar 32,6%. Mayoritas propinsi di indonesia mengalami surplus yang besarnya berkisar antara 1% – 2,5%. Namun demikian masih terdapat tiga daerah propinsi yang mengalami defisit yaitu Propinsi Banten, Propinsi Bengkulu dan Propinsi Kalimantan Timur dimana besaran defisitnya masih dalam batas yang diperbolehkan. Sementara itu ada 2 daerah yang menerapkan kebijakan anggran berimbang yaitu Prop. Maluku Utara dan Prop. Kalimantan Barat.

Sedangkan untuk komposisi penyebaran surplus/defisit dengan interval 5% disajikan dalam Grafik A.3 (terlampir). Dari grafik tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar daerah mengalami surplus sebanyak 85% atau 28 daerah, sedangkan yang berimbang sebesar 6% atau 2 daerah dan yang defisit sebesar 9% atau 3 daerah sebagaimana terlihat dalam tabel berikut :

TABEL JUMLAH DAERAH PROPINSI SURPLUS/DEFISIT APBD 2007

BERDASARKAN PMK 72 TAHUN 2006

NO

SURPLUS/DEFISIT/BERIMBANG

JUMLAH DAERAH

1

SURPLUS

28

2

BERIMBANG

2

3

DEFISIT <= 5%

3

4

DEFISIT > 5%

0

TOTAL DAERAH PROPINSI

33

B. Pendekatan Dasar

Analisis surplus/defisit disajikan pada Tabel B.1 (Urutan Surplus ke Defisit) dan Tabel B.2 (Urutan Kode/ID Daerah)

Surplus/defisit dihitung dengan menggunakan formula :

Surplus/Defisit = Pendapatan – Belanja

Dari tabel B.1 terlihat sebagian besar daerah propinsi di indonesia mengalami defisit, hanya lima daerah saja yang mengalami surplus yaitu Prop. Jawa Tengah (6,63%), Prop. Sulawesi Tenggara (1,68%), Prop. Kalimantan Selatan(0,80%), Prop. Sulawesi Tengah (0,45%) dan Prop. Gorontalo (0,27%). Sedangkan Prop. Kalimantan Barat menerapkan kebijakan anggaran berimbang.

Sementara daerah propinsi lainnya mengalami defisit. Ada sebanyak 20 daerah propinsi yang mengalami defisit lebih besar dari 5% diantaranya ada 7 daerah yang mengalami defisit lebih dari 20% yaitu Prop. NTT (21%), Prop. Lampung (23.25%), Prop. NAD (27,86%), Prop. Kaltim (32,76%), Prop. Jambi (35.11%), Prop. Kep. Riau (37,78%) dan Prop. Bangka (45.9%)

Sedangkan untuk komposisi penyebaran surplus/defisit dengan interval 5% disajikan dalam Grafik B.3 (terlampir).

TABEL JUMLAH DAERAH PROPINSI SURPLUS/DEFISIT APBD 2007

BERDASARKAN PMK 72 TAHUN 2006

NO

SURPLUS/DEFISIT/BERIMBANG

JUMLAH DAERAH

1

SURPLUS

5

2

BERIMBANG

1

3

DEFISIT <= 5%

7

4

DEFISIT > 5%

20

TOTAL DAERAH PROPINSI

33

3 komentar:

Anonim mengatakan...

terimakasih info nya :) izin copy pengertian nya ya :) syukria .

Unknown mengatakan...

terimakasih sudah membantu tapi teksnya sulit dibaca karena tulisannya hitam backgroundnya juga hitam, sebaiknya teks diganti warna putih atau warna yang tidak membuat mata sakit

Unknown mengatakan...

Sip