KRISIS MONETER DAN DAMPAKNYA TERHADAP REPELITA VII

Perkembangan nilai tukar Rupiah yang kita hadapi sejak Agustus 1997 hingga awal tahun 1998 ini menunjukkan gejolak yang lebih panjang dan lebih dalam. Nilai rupiah telah merosot lebih dari 75 persen sejak bulan Juli 1997 yang lalu. Depresiasi Rupiah, yang banyak pihak menyatakan telah melebihi kewajaran ini, berkembang menjadi krisis ekonomi. Bagaimana proses terjadinya krisis ini masih belum dapat ditentukan secara tepat, namun ada beberapa faktor yang diperkirakan dominan mendorong terjadinya krisis.

Sejak dilepaskannya rentang intervensi dalam bulan Agustus 1997 yang lalu, terdapat faktor internal yang menyebabkan tajamnya penurunan nilai tukar rupiah. Kita harus mengakui adanya faktor imbas dari gejolak nilai tukar mata uang negara-negara tetangga, yang dimulai dari Thailand. Namun, faktor eksternal tersebut diperkirakan lebih kecil efeknya daripada dua masalah internal perekonomian kita yang mencuat ke permukaan selama dua tahun terakhir.

Masalah pertama adalah akumulasi serta membengkaknya kesenjangan tabungan dan investasi masyarakat yang tercermin pula dalam defisit transaksi berjalan. Misalnya dalam kurun waktu 1993/94-1996/97, defisit transaksi berjalan terus mengalami peningkatan dari US$ 2,9 miliar menjadi US$ 8,1 miliar.

Kedua, adalah lemahnya sektor perbankan seperti tercermin dari besarnya kredit macet yang disebabkan oleh praktek perbankan yang tidak berhati-hati (prudent). Banyak kredit disalurkan bukan berdasarkan pada kriteria-kriteria yang umum digunakan, misalnya keuntungan. Banyak bank yang menyalurkan hanya kepada kelompok-kelompok bisnisnya.

Pemerintah tidak boleh melupakan program pengentasan masyarakat miskin. Pemerintah masih bertekad bahwa kemiskinan absolut sebagian besar sudah akan terselesaikan pada akhir Repelita VII. Dalam penanggulangan kemiskinan, kita telah mendapatkan hasil yang cukup menggembirakan, walaupun jumlah penduduk miskin masih besar. Saudara kita yang harus hidup di bawah garis kemiskinan absolut berjumlah 22,5 juta atau sekitar 11,3 persen. Program ini harus dilanjutkan, bahkan ditingkatkan dalam Repelita VII.

Di samping menjaga stabilitas politik, salah satu tugas utama pemerintah dalam menarik minat investor dalam Repelita VII, adalah melanjutkan proses pemulihan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia. Melanjutkan pemulihan kepercayaan terhadap mata uang rupiah dan pasar modal harus menjadi prioritas utama. Karena hanya dengan kepercayaan yang semakin mantap ini, maka investasi dan oleh karena itu pertumbuhan ekonomi, akan mencapai tingkat yang berkelanjutan lagi.

Pemantapan pelaksanaan reformasi ekonomi harus terus dilanjutkan. Kebijaksanaan ekonomi yang akan diambil dalam Repelita VII harus pula mengacu pada komitmen pemerintah terhadap lingkungan internasional, seperti WTO, APEC dan AFTA.

Sumber pertumbuhan yang kedua adalah pertumbuhan angkatan kerja. Secara kuantitas, faktor ini tidak menjadi permasalahan. Namun agar efektif diperlukan sumber daya manusia yang lebih baik. Dalam jangka pendek memang kita tidak akan kekurangan tenaga kerja tetapi pada saat kita terlepas dari resesi ini, apalagi bila struktur industri kita menjelma dengan bentuk yang berbeda, kebutuhan akan sumber daya manusia yang lebih berkualitas tidak dapat dihindari.

Selain itu, telah terbukti selama ini bahwa peningkatan pendidikan masyarakat kita merupakan ‘modal’ bagi masyarakat kita yang berpendapatan rendah untuk meningkatkan kesejahteraannya. Dengan demikian, selain untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dengan lebih cepat, pendidikan juga akan memperkecil tingkat kesenjangan pada masyarakat kita.

Untuk itu dalam Repelita VII segala upaya wajib belajar yang telah dilakukan di sekolah dasar akan terus dilanjutkan. Program Wajib Belajar 9 tahun (WAJAR 9 tahun) akan tetap mendapatkan prioritas yang tinggi, sehingga dapat dilakukan sesuai rencana, yaitu selambat-lambatnya tuntas pada Repelita VIII. Perbaikan kurikulum perlu dilakukan pada semua tingkat pendidikan. Upaya peningkatan tingkat partisipasi pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas akan terus diupayakan selama Repelita VII ini. Selanjutnya dalam situasi yang sulit ini kita juga tidak akan melupakan pendidikan tinggi. Dalam suasana ekonomi yang makin terbuka dan bebas ini lulusan pendidikan tinggi akan makin dibutuhkan. Sudah tentu pemerintah tidak dapat melakukan sendiri penyelenggaraan pendidikan tinggi tersebut. Pemerintah membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk ikut serta dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi. Dengan makin banyaknya lulusan perguruan tinggi diharapkan kita akan semakin kompetitif.

Sumber pertumbuhan ketiga adalah peningkatan produktivitas. Peningkatan kualitas SDM seperti diuraikan di atas akan sangat menunjang peningkatan produktivitas, utamanya setelah proses penyesuaian yang sedang kita alami saat ini. Tidak kalah pentingnya sebagai sumber peningkatan produktivitas adalah realokasi sumber daya ekonomi. Reformasi ekonomi yang sedang pemerintah lakukan akan membebaskan segala macam hambatan dalam realokasi sumber daya ekonomi tersebut. Berbagai keputusan akan lebih banyak dilakukan oleh para pelaku pasar.

Namun penurunan produktivitas tenaga kerja mungkin akan terjadi dalam proses penyesuaian. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan dunia usaha kita untuk tidak begitu saja memecat para karyawannya. Dengan demikian, walaupun produktivitas mungkin akan menurun, namun hal ini masih lebih baik bagi pekerja daripada harus kehilangan pekerjaan. Selain itu, dunia usaha juga akan dapat segera meningkatkan produktivitas usahanya dengan cepat jika proses penyesuaian telah berhasil dilaluinya, tanpa harus mencari dan melatih pekerja baru lagi.

Dalam rangka peningkatan produktivitas tersebut, peningkatan peran pemerintah daerah harus ditingkatkan. Karena pemerintah daerahlah yang merupakan ujung tombak dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah. Pemerintah daerah lebih mengetahui karakteristik daerah dan kebudayaan setempat. Proses umpan balik dari masyarakatpun diharapkan memberikan hasil yang lebih cepat. Sehingga agenda yang penting dalam Repelita VII adalah mendorong proses desentralisasi.

Di lain pihak, desentralisasi tidaklah cukup hanya dengan kemauan politik semata. Desentralisasi harus pula dibarengi dengan peningkatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia di daerah. Karena kemampuan sumber daya yang tidak memadai justru akan menurunkan efisiensi dan efektivitas dari proyek pembangunan di daerah.

Walaupun kita masih menghadapi krisis ekonomi yang sangat berat ini, tetapi saya percaya bahwa ekonomi kita jauh akan lebih sehat setelah krisis ini terlewati.

Tidak ada komentar: